Sabtu, 12 Februari 2011

Kaitan Logis antara Air Liur Anjing dan Debu


OlehM. Masyhuri Mochtar*)
dog-growl
Gambar: Anjing Growls
Sucinya wadah salah seorang di antara kamu jika anjing menjilatinya, adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah/pasir. (HR. Muslim)
Hadis yang tercantum dalam Shahîh Muslim di atas, di samping menjelaskan kenajisan anjing, juga menjelaskan bagaimana cara menyucikan sesuatu yang terkena najis berat ini, yaitu membasuhnya tujuh kali, yang salah satunya dicampur dengan debu. Lalu apa kira-kira yang melandasi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menganjurkan hal demikian?
Pada dasarnya, ketetapan najis bagi air liur anjing ini dipandang dari dimensi yang bersifat ritual, bukan rasional, sehingga tidak harus ada alasan logisnya. Dimensi akal masih jauh dari kesempurnaan untuk menganalisa secara detail tentang najisnya air liur anjing. Memang, agama tidaklah diukur dengan akal. Sayidina Ali mengatakan: "
Andaikan agama diukur dengan akal, maka mengusap sisi bawah muzah (sepatu) lebih utama daripada mengusap sisi atasnya. Dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah mengusap di atas dua sepatu." (HR. Abu Dawud).
Meski demikian, setiap ketetapan syariat sudah pasti mengandung hikmah. Untuk mengungkap hikmah itu, manusia sifatnya hanya meraba (zhannî) atau memperkirakan, tidak sampai pada tingkatan memastikan (qath'î). Ketentuan pastinya, hanya peletak syariat saja yang tahu.
Sementara itu, bersamaan dengan kecanggihan teknologi di era modern ini, ternyata telah diketemukan alasan logis di balik anjuran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di atas. Science berhasil mengungkap bahwa di dalam air liur anjing ternyata terdapat kuman yang membahayakan manusia.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa, jika ada seseorang yang digigit anjing tidak segera ditangani, maka akan berakibat fatal baginya. Pernyataan itu muncul ketika penelitian itu mengkaji bahaya anjing sebagai binatang peliharaan. Hal itu terjadi karena air liur anjing mengandung bakteri yang membahayakan manusia. Alasannya adalah karena anjing tidak berpeluh, sehingga ia berpeluh melalui lelehan air liur dari mulutnya yang terus menganga.
DogWhisperer2
Contoh kasusnya telah terjadi di Bali (29 November 2008). Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, menyerukan kepada warganya untuk memberangus anjing liar. Seruan itu diberikan setelah Bali dinyatakan positif rabies. Status tersebut disandang setelah tiga warga dilaporkan meninggal dalam kondisi terjangkit virus yang dibawa anjing. Akhirnya warga Denpasar, Bali , memburu setiap anjing liar yang tak bertuan untuk dibunuh.
Kasus yang sama terjadi di Tiongkok. Sejak 25 Juli 2006, pemerintah Tiongkok menggalakkan kampanye antirabies. Pemerintah menginstruksikan untuk membunuh lebih dari 5000 anjing di kota Muding, Provinsi Yunnan . Kampanye itu dilakukan setelah tiga warga kota itu meninggal akibat rabies. Menurut data pemerintah, sejak Januari 2006 terdapat 360 orang yang digigit anjing, tiga di antaranya meninggal.
Melihat beberapa kasus di atas, tidak heran jika Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menginstruksikan kita sebagaimana Hadits di atas. Bahkan beliau memerintahkan untuk membunuh anjing gila karena penyakit berbahaya yang mungkin merebak dalam masyarakat akibat gigitannya.
Lalu mengapa harus disucikan dengan debu? Bukankah dengan debu malah menambah kotor?
Pertanyaan seperti itu pasti terlintas di benak kita. Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam Ibânatul-Ahkâm, mengategorikan perintah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam itu sebagai bagian dari mukjizat. Beliau menjelaskan bahwa riset ilmuan membuktikan bahwa, air liur anjing mengandung mikroba atau bibit penyakit, sehingga jika objek yang terkena air liur anjing dicuci dengan sabun, maka tidak menjamin bersih dari microba. Untuk mematikan kuman tersebut, harus dengan cara ditaburi tanah atau debu yang dicampur dengan air. Cara ini terbukti ampuh berdasarkan riset laboratorium yang di masa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak ada.
Suatu ketika, mantan Presiden Repulik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita tidak perlu lagi menyamak, atau membasuh tujuh kali yang diantaranya dicampur dengan debu apabila terkena najis kelas berat. Menurutnya, cukup menggunakan sabun. Pendapatnya ditentang oleh para ulama Indonesia pada waktu itu. Para ulama tersebut meminta Presiden untuk melakukan eksperimen guna membuktikan mana yang lebih relevan; penggunaan sabun atau dengan debu.
Maka dilakukanlah eksperimen dengan sampel dua benda yang telah dijilat oleh anjing. Satu di antaranya dicuci menggunakan sabun, dan yang satu lagi dibersihkan dengan debu. Setelah itu, kedua benda tadi diperiksa di bawah electron microscope. Hasilnya didapati bahwa, benda yang dibasuh dengan menggunakan sabun masih terlihat kuman dari hasil jilatan anjing. Sebaliknya, benda yang dibersihkan dengan debu sangat bersih dan terbebas dari kuman.
Di sini, yang perlu ditegaskan kembali adalah, bahwa tolok ukur najisnya anjing dan babi adalah dimensi ritual menurut pandangan syariah, bukan dimensi akal. Oleh sebab itu, proses pensucian najis mughallazhah tetap mengacu pada proses yang bersifat ritual pula, sehingga kedudukan tanah di sini tidak bisa diganti dengan sejenis cairan pembersih apa pun. Begitu juga hitungan berapa kali pencuciannya: bersifat formal-ritual, dan paten untuk diikuti apa adanya.
DogWhisperer4
Sebagai perbandingan adalah buah apel. Vitamin yang terkandung di dalamnya tentu sangat bermanfaat bagi kesehatan. Akan tetapi, ada sisi lain yang perlu diperhatikan; dari mana asal apel tersebut? Kalau hasil mencuri, walaupun manfaat vitamin bisa didapat, dampak perkara haram yang masuk ke dalam tubuh sangat berpengaruh pada sikap keseharian. Jika perilaku seseorang menjauh dari ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala bisa diprediksikan bahwa makanannya kurang bersih, atau tidak halal. Pengaruh ini tidak bisa diukur dengan sains dan teknologi, karena hanya Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lebih mengetahuinya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menjelaskan masalah ini: "
Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih utama baginya." (HR. at-Tirmidzi)
Kalangan ahli kasyf (dapat melihat hal-hal abstrak dengan mata batin) sepakat bahwa, makan atau minum dari sisa-sisa jilatan anjing akan menyebabkan kerasnya hati, hingga seorang hamba tidak bisa menangkap nasehat baik dan sulit untuk mengerjakan kebaikan.
Satu bukti lagi, sebuah kejadian menarik yang dialami oleh salah satu murid Imam Malik, di mana dalam Madzhab Maliki, anjing tidak termasuk najis mughallazhah. Suatu hari sang murid tersebut minum susu dari sisa jilatan anjing. Di luar dugaan, ia mengalami kebuntuan nalar dalam ilmu agama dan hatinya menjadi beku dan keras. Beberapa nasehat ia abaikan dan kesehariannya penuh kenistaan. Kejadian ini terus berlangsung selama sembilan bulan. (Mîzânul-Kubrâ, hlm. 114)
Jadi, walaupun secara sains sudah bersih, tidak ada jaminan juga dianggap bersih oleh Syara'. Karena bisa jadi dari segi agama yang bersifat ta'abbudiy justru mengnggap masih kotor, sebelum ada keputusan suci dari Syara', tentunya melalui cara yang telah ditetapkan oleh Syara' pula. Inilah hal yang kadang tidak bisa dinalar dengan intlegensi manusia. Bisa jadi, karena malaikat pemberi petunjuk tidak mau mendekatinya. Wa-Allâhu a'lam.
*). M. Masyhuri Mochtar, Penulis adalah staf pengajar Madrasah Miftahul Ulum Tingkat Tsanawiyah Pondok Pesantren Sidogiri. Tulisan ini dimuat di Buletin Sidogiri Edisi 38/Tahun IV/Rabius Tsani/1430 H.
Sumber tulisan: Taman Hikmah

Informasi di Balik Materi Lauh Mahfudz


Informasi di Balik Materi dan Lauhul Mahfuzh

Harun Yahya
Informasi… Konsep ini di masa sekarang memiliki makna yang jauh lebih berarti dibandingkan setengah abad yang lalu sekalipun. Para ilmuwan merumuskan sejumlah teori untuk mengartikan istilah informasi. Para ilmuwan sosial berbicara tentang “abad informasi”. Informasi kini tengah menjadi konsep yang amat penting bagi umat manusia.
Penemuan informasi tentang asal-usul alam semesta dan kehidupan itu sendiri lah yang menjadikan konsep informasi ini menjadi begitu penting di dunia modern ini. Kalangan ilmuwan kini menyadari bahwa jagat raya terbentuk dari “ materi, energi dan informasi ,” dan penemuan ini telah menggantikan filsafat materialistik abad ke-19 yang menyatakan bahwa alam semesta keseluruhannya terdiri dari “ materi dan energi ” saja.
Lalu, Apa Arti Dari Semua Ini?
Kami akan jelaskan melalui sebuah contoh, yakni DNA. Semua sel hidup berfungsi berdasarkan informasi genetis yang terkodekan pada struktur rantai heliks ganda DNA. Tubuh kita juga tersusun atas trilyunan sel yang masing-masingnya memiliki DNA tersendiri, dan semua fungsi tubuh kita terekam dalam molekul raksasa ini. Sel-sel kita menggunakan kode-kode protein yang tertuliskan pada DNA untuk memproduksi protein-protein baru . Informasi yang dimiliki DNA kita sungguh berkapasitas sangat besar sehingga jika anda ingin menuliskannya, maka ini akan memakan tempat 900 jilid ensiklopedia, dari halaman awal hingga akhir!
Jadi tersusun dari apakah DNA ? Lima puluh tahun yang lalu, para ilmuwan akan menjawab bahwa DNA terdiri atas asam-asam inti yang dinamakan nukleotida dan beragam ikatan kimia yang mengikat erat nukleotida-nukleotida ini. Dengan kata lain, mereka terbiasa menjawabnya dengan menyebutkan hanya unsur-unsur materi dari DNA. Namun kini, para ilmuwan memiliki sebuah jawaban yang berbeda . DNA tersusun atas atom, molekul, ikatan kimia dan, yang paling penting, informasi.
Persis sebagaimana sebuah buku. Kita akan sangat keliru jika mengatakan bahwa sebuah buku hanya tersusun atas kertas, tinta dan jilidan buku; sebab selain ketiga unsur materi ini, adalah informasi yang benar-benar menjadikannya sebuah buku. Informasi lah yang membedakan satu jilid Encyclopedia Britannica dari sekedar sebuah “buku” yang terbentuk dari penyusunan acak huruf-huruf seperti ABICLDIXXGGSDLL. Keduanya memiliki kertas, tinta dan jilidan, tapi yang satu memiliki informasi sedangkan yang kedua tidak memilikinya. Sumber informasi ini adalah penulis buku tersebut, suatu kecerdasan yang memiliki kesadaran. Karenanya, kita tidak dapat mengingkari bahwa informasi dalam DNA telah ditempatkan oleh sesuatu yang memiliki kecerdasan.
Informasi, Tembok Penghalang Bagi Teori Evolusi dan Materialisme
The discovery of this fact has sent materialist philosophy and Darwinism, its application to the natural sciences, into a dead end, because materialist philosophy claims that all living things are formed by matter alone and that genetic information appeared somehow by "chance." This is like saying that a book could be formed from a random assemblage of paper and ink.
Penemuan fakta ini telah menempatkan filsafat materialis dan Darwinisme, yakni penerapan paham materialisme ini pada ilmu alam, di hadapan tembok penghalang besar. Sebab, filsafat materialis menyatakan bahwa semua makhluk hidup hanya tersusun atas materi dan bahwa informasi genetis muncul menjadi ada melalui mekanisme tertentu secara “kebetulan”. Hal ini sebagaimana pernyataan bahwa sebuah buku dapat terbentuk melalui penyusunan kertas dan tinta secara serampangan, acak atau tanpa disengaja.
Materialisme berpijak pada teori “reduksionisme,” yang menyatakan bahwa informasi pada akhirnya dapat direduksi atau disederhanakan menjadi materi. Karena alasan ini, kalangan materialis berkata bahwa tidak ada perlunya mencari sumber informasi di luar materi. Akan tetapi pernyataan ini telah terbukti keliru, dan bahkan kalangan materialis telah mulai mengakui kebenaran ini.
Salah satu pendukung terkemuka teori evolusi, George C. Williams, mengemukakan dalam sebuah tulisannya di tahun 1995 tentang kesalahan materialisme (reduksionisme) yang beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri atas materi:
Kalangan ahli biologi evolusionis hingga kini tidak menyadari bahwa mereka bekerja dengan dua bidang yang sedikit banyak berbeda: yakni bidang informasi dan bidang materi… Dua bidang ini tidak akan pernah bertemu pada satu pengertian yang biasanya disebut dengan istilah “reduksionisme” … Gen adalah satu paket informasi, dan bukan sebuah benda.. . Dalam biologi, ketika anda berbicara tentang masalah-masalah seperti gen, genotip dan perbendaharaan gen (gene pools), anda berbicara tentang informasi, bukan realitas fisik kebendaannya… Kurangnya kata-kata yang sama dan semakna yang dapat digunakan untuk menjelaskan keduanya ini menjadikan materi dan informasi berada pada dunia yang berbeda, yang harus dibahas secara terpisah, dan dengan menggunakan istilah mereka masing-masing. 1
Stephen C. Meyer, seorang filsuf ilmu pengetahuan dari Cambridge University dan termasuk yang mengkritisi teori evolusi serta materialisme, mengatakan dalam sebuah wawancara:
Satu hal yang saya lakukan di perkuliahan untuk memahamkan gagasan ini kepada para mahasiswa adalah: saya pegang dua disket komputer. Satu disket ini berisikan software (=informasi), sedangkan yang satunya lagi kosong. Lalu saya bertanya, “Apakah perbedaan berat di antara dua disket komputer ini akibat perbedaan isi informasi yang mereka punyai?” Dan tentu saja jawabannya adalah nol, tidak berbeda, tidak ada perbedaan akibat keberadaan informasi di salah satu disket. Hal ini dikarenakan informasi adalah kuantitas yang tidak memiliki berat. Informasi bukanlah suatu keberadaan materi .
Jika demikian, bagaimanakan penjelasan materialis menjelaskan asal-usulnya? Bagaimanakah penyebab yang bersifat materi dapat menjelaskan asal-muasalnya?… Hal ini memunculkan hambatan yang cukup mendasar bagi skenario materialistik evolusionis.
Di abad ke-19, kita berkeyakinan bahwa terdapat dua keberadaan dasar dalam ilmu pengetahuan: Materi dan Energi . Di awal abad ke-21, kita kini mengakui bahwa terdapat keberadaan dasar yang ketiga, dan ini adalah informasi . Informasi tidak dapat direduksi atau disederhanakan menjadi materi, tidak pula menjadi energi. 2
Semua teori yang dikemukakan di abad kedua puluh untuk menyederhanakan informasi menjadi materi – sebagaimana teori asal-usul kehidupan secara acak, pengaturan materi secara mandiri, teori evolusi dalam biologi yang berusaha menjelaskan informasi genetis spesies melalui mekanisme mutasi dan seleksi alam – telah gagal. Profesor Phillip Johnson, pengritik terkemuka Darwinisme, menulis:
Kualitas yang sesungguhnya ada pada setiap tingkatan dalam biologi adalah dualitas materi dan informasi. Kalangan filsuf akal-ilmu pengetahuan tidak mampu memahami sifat asli informasi dikarenakan mereka beranggapan bahwa informasi ini dihasilkan oleh sebuah proses materi (yakni. sebagaimana konsep Darwin) dan, karenanya, secara mendasar tidak berbeda dengan materi. Tapi ini hanyalah prasangka yang akan terhapuskan dengan pemikiran yang jujur. 3
As Johnson states, " information is not matter, although it is imprinted on matter. It comes from elsewhere, from an intelligence.... " Dr. Werner Gitt, a director and professor at the German Federal Institute of Physics and Technology, expressed much the same thought:
Sebagaimana pernyataan Johnson, “ informasi bukanlah materi, meskipun informasi ini tercetak pada materi. Informasi ini berasal dari suatu tempat lain, dari suatu kecerdasan… ” Dr. Werner Gitt, direktur dan profesor pada German Federal Institute of Physics and Technology, mengungkapkan pemikiran yang hampir sama:
Sistem pengkodean senantiasa memerlukan proses kecerdasan non-materi. Materi yang bersifat fisik tidak dapat menghasilkan kode informasi. Semua pengalaman menunjukkan bahwa tiap-tiap informasi kreatif menunjukkan keberadaan usaha mental dan dapat dirunut hingga ke sang pemberi gagasan yang menggunakan kehendak bebasnya sendiri, dan yang memiliki akal yang cerdas… Tidak ada hukum alam yang pernah diketahui, tidak pula proses, tidak pula urutan peristiwa yang pernah diketahui yang dapat menyebabkan informasi muncul dengan sendirinya pada materi… 4
Sebagaimana telah kita perbincangkan di atas, sebuah buku terbentuk dari kertas, tinta dan informasi yang dikandungnya. Sumber informasi ini adalah kecerdasan sang penulis.
Dan ada satu lagi hal penting. Kecerdasan ini ada sebelum keberadaan unsur-unsur materi dan kecerdasan inilah yang menentukan bagaimana menggunakan unsur-unsur materi tersebut. Sebuah buku pertama kali muncul dalam benak seseorang yang akan menulis buku tersebut. Sang penulis menggunakan perangkaian logis dan dengannya menghasilkan kalimat-kalimat. Kemudian, di tahap kedua, ia mewujudkan gagasan ini menjadi bentuk materi. Dengan menggunakan mesin ketik ata komputer, ia mengubah informasi yang ada dalam otaknya menjadi huruf-huruf. Setelah itu, huruf-huruf ini sampai kepada tempat percetakan dan membentuk sebuah buku.
Sampai di sini, kita telah sampai pada kesimpulan berikut: “Jika materi mengandung informasi, maka materi ini telah dirangkai sebelumnya oleh sebuah kecerdasan yang memiliki informasi tersebut. Pertama, terdapat sebuah kecerdasan. Kemudian pemilik kecerdasan ini mengubah informasi tersebut menjadi materi, dan, dengan demikian, menciptakan sebuah desain.”
Kecerdasan Yang Ada Sebelum Keberadaan Materi
Demikianlah, sumber informasi di alam tidak mungkin materi itu sendiri, sebagaimana pernyataan kaum materialis. Sumber informasi bukanlah materi, akan tetapi sebuah Kecerdasan di luar materi. Kecerdasan ini telah ada sebelum keberadaan materi. Kecerdasan ini menciptakan, membentuk dan menyusun keseluruhan alam semesta yang bersifat materi ini.
Biology isn't the only branch of science leading us to this conclusion. Twentieth century astronomy and physics also demonstrated the existence of an astonishing harmony and design, pointing to the existence of a Mind that existed before the universe and created it.
Biologi bukanlah satu-satunya cabang ilmu pengetahuan yang menghantarkan kita pada kesimpulan ini. Astronomi dan fisika abad kedua puluh juga membuktikan adanya keselarasan, keseimbangan dan rancangan menakjubkan di alam. Dan ini mengarahkan pada kesimpulan adanya suatu Kecerdasan yang telah ada sebelum keberadaan jagat raya, dan Dialah yang telah menciptakannya.
Ilmuwan Israel, Gerald Schroeder, yang telah mempelajari fisika dan biologi di sejumlah universitas seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), sekaligus pengarang buku The Science of God (Ilmu Pengetahuan Tuhan) , membuat sejumlah pernyataan penting tentang hal ini. Dalam buku barunya yang berjudul The Hidden Face of God: Science Reveals the Ultimate Truth (Wajah Tersembunyi Tuhan: Ilmu Pengetahuan Mengungkap Kebenaran Hakiki) , ia menjelaskan kesimpulan yang dicapai oleh biologi molekuler dan fisika quantum sebagaimana berikut:
Suatu kecerdasan tunggal, kearifan universal, melingkupi alam semesta . Sejumlah penemuan oleh ilmu pengetahuan, yang mengkaji tentang sifat quantum dari materi-materi pembentuk atom (sub-atomik), telah membawa kita sangat dekat kepada pemahaman yang mengejutkan: seluruh keberadaan merupakan perwujudan dari kearifan ini . Di laboratorium kita merasakannya dalam bentuk informasi yang pertama-tama terwujudkan secara fisik dalam bentuk energi, dan kemudian terpadatkan menjadi bentuk materi. Setiap partikel, setiap wujud, dari atom hingga manusia, tampak mewakili satu tingkatan informasi, satu tingkatan kearifan. 5
Menurut Schroeder, temuan-temuan ilmiah di zaman kita mengarah pada pertemuan antara ilmu pengetahuandan agama pada satu kebenaran yang sama, yakni kebenaran Penciptaan. Ilmu pengetahuan kini tengah menemukan kembali kebenaran ini, yang sebenarnya telah diajarkan agama-agama wahyu kepada manusia selama berabad-abad.
Lauhul Mahfuzh (Kitab Yang Terpelihara)
Sejauh ini, kita telah menyaksikan kesimpulan ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan asal-usul makhluk hidup. Kesimpulan ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta dan kehidupan itu sendiri diciptakan dengan menggunakan cetak biru informasi yang telah ada sebelumnya.
Kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan modern ini sungguh sangat bersesuaian dengan fakta tersembunyi yang tercantum dalam Alquran sekitar 14 abad yang lalu. Dalam Alquran, Kitab yang diturunkan kepada manusia sebagai Petunjuk, Allah menyatakan bahwa Lauhul Mahfuzh (Kitab yang terpelihara) telah ada sebelum penciptaan jagat raya. Selain itu, Lauhul Mahfuzh juga berisi informasi yang menjelaskan seluruh penciptaan dan peristiwa di alam semesta.
Lauhul Mahfuzh berarti “terpelihara” (mahfuzh), jadi segala sesuatu yang tertulis di dalamnya tidak berubah atau rusak. Dalam Alquran, ini disebut sebagai “Ummul Kitaab” (Induk Kitab), “Kitaabun Hafiidz” (Kitab Yang Memelihara atau Mencatat), “Kitaabun Maknuun” (Kitab Yang Terpelihara) atau sebagai Kitab saja. Lauhul Mahfuzh juga disebut sebagai Kitaabun Min Qabli (Kitab Ketetapan) karena mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang akan dialami umat manusia.
Dalam banyak ayat, Allah menyatakan tentang sifat-sifat Lauhul Mahfuzh. Sifat yang pertama adalah bahwa tidak ada yang tertinggal atau terlupakan dari kitab ini:
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daupun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Al An'aam, 6:59)
Sebuah ayat menyatakan bahwa seluruh kehidupan di dunia ini tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab , kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al An'aam, 6:38)
Di ayat yang lain, dinyatakan bahwa “di bumi ataupun di langit”, di keseluruhan alam semesta, semua makhluk dan benda, termasuk benda sebesar zarrah (atom) sekalipun, diketahui oleh Allah dan tercatat dalam Lauhul Mahfuzh:
Kami tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun seeasr zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebi besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (QS. Yunus, 10:61)
Segala informasi tentang umat manusia ada dalam Lauhul Mahfuzh, dan ini meliputi kode genetis dari semua manusia dan nasib mereka:
(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir: “Ini adalah suatu yang amat ajaib”. Apakah kami setelah mati dan setelah menjadi tanah (kami akan kembali lagi)?, itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kamipun ada kitab yang memelihara (mencatat) . (QS. Qaaf, 50:2-4)
Ayat berikut ini menyatakan bahwa kalimat Allah di dalam Lauhul Mahfuzh tidak akan ada habisnya, dan hal ini dijelaskan melalui perumpamaan:
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27)
Kesimpulan
Fakta-fakta yang telah kami paparkan dalam tulisan ini membuktikan sekali lagi bahwa berbagai penemuan ilmiah modern menegaskan apa yang diajarkan agama kepada umat manusia. Keyakinan buta kaum materialis yang telah dipaksakan ke dalam ilmu pengetahuan ternyata malah ditolak oleh ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sejumlah kesimpulan ilmu pengetahuan modern tentang “informasi” berperan untuk membuktikan secara obyektif siapakah yang benar dalam perseteruan yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Perselisihan ini telah terjadi antara paham materialis dan agama. Pemikiran materialis menyatakan bahwa materi tidak memiliki permulaan dan tidak ada sesuatu pun yang ada sebelum materi. Sebaliknya, agama menyatakan bahwa Tuhan ada sebelum keberadaan materi, dan bahwa materi diciptakan dan diatur berdasarkan ilmu Allah yang tak terbatas.
The fact that this truth, which has been taught by divine religions - like Judaism, Christianity and Islam - since the dawn of history, has been proved by the findings of science, is an indication of the impending post-atheist age. Humanity is getting closer to realizing that God truly exists and He is the "All-Knowing." Just as reminded to people in the following verse of the Holy Qur'an:
Fakta bahwa kebenaran ini, yang telah diajarkan oleh agama-agama wahyu – seperti Yahudi, Nasrani dan Islam – sejak permulaan sejarah, telah dibuktikan oleh berbagai penemuan ilmiah, merupakan petunjuk bagi masa berakhirnya atheis yang sebentar lagi tiba. Umat manusia semakin mendekat pada pemahaman bahwa Allah benar-benar ada dan Dialah yang “Maha Mengetahui.” Hal ini sebagaimana pernyataan Alquran kepada umat manusia dalam ayat berikut:
"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (QS. Al Hajj, 22:70)
( 1 ) George C. Williams. The Third Culture: Beyond the Scientific Revolution. (ed. John Brockman). New York, Simon & Schuster, 1995, pp. 42-43
( 2 ) Stephen Meyer, "Why Can't Biological Information Originate Through a Materialistic Process", Unlocking the Mystery of Life, DVD, Produced by Illustra Media, 2002
( 3 ) Phillip Johnson, The Wedge of Truth: Splitting the Foundations of Naturalism , Intervarsity Press, Illinois, 2000, p. 123
( 4 ) Werner Gitt. In the Beginning Was Information. CLV, Bielefeld, Germany, pp. 107, 141
( 5 ) Gerald Schroeder, The Hidden Face of God, Touchstone, New York, 2001, p. xi
Original source : © Harun Yahya Internasional 2003.
Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs harunyahya. info@harunyahya.com

Ayat Al Qur'an dalam Kromosom Manusia


Ayat Suci Dalam Kromosom Manusia

Seorang ilmuwan yang penemuannya sehebat Gallileo, Newton dan Einstein yang berhasil membuktikan tentang keterkaitan antara Alquran dan rancang struktur tubuh manusia adalah Dr. Ahmad Khan. Dia adalah lulusan Summa Cumlaude dari Duke University . Walaupun ia ilmuwan muda yang tengah menanjak, terlihat cintanya hanya untuk Allah dan untuk penelitian genetiknya. Ruang kerjanya yang dihiasi kaligrafi, kertas-kertas penghargaan, tumpukan buku-buku kumal dan kitab suci yang sering dibukanya, menunjukkan bahwa ia merupakan kombinasi dari 'ilmuwan dan pecinta kitab suci.
Salah satu penemuannya yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan adalah ditemukannya informasi lain selain konstruksi Polipeptida yang dibangun dari kodon DNA. Ayat pertama yang mendorong penelitiannya adalah Surat "Fussilat" ayat 53 yang juga dikuatkan dengan hasil-hasil penemuan Profesor Keith Moore ahli embriologi dari Kanada.
Penemuannya tersebut diilhami ketika Khatib pada waktu salat Jumat membacakan salah satu ayat yang ada kaitannya dengan ilmu biologi. Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut:
"...Sanuriihim ayatinaa filafaaqi wa fi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahu ul-haqq..." Yang artinya; Kemudian akan Kami tunjukkan tanda-tanda kekuasaan kami pada alam dan dalam diri mereka, sampai jelas bagi mereka bahwa ini adalah kebenaran".
Hipotesis awal yang diajukan Dr. Ahmad Khan adalah kata "ayatinaa" yang memiliki makna "Ayat Allah", dijelaskan oleh Allah bahwa tanda-tanda kekuasaanNya ada juga dalam diri manusia. Menurut Ahmad Khan ayat-ayat Allah ada juga dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia. Selanjutnya ia beranggapan bahwa ada kemungkinan ayat Alquran merupakan bagian dari gen manusia. Dalam dunia biologi dan genetika dikenal banyaknya DNA yang hadir tanpa memproduksi protein sama sekali. Area tanpa produksi ini disebut Junk DNA atau DNA sampah.
Kenyataannya DNA tersebut menurut Ahmad Khan jauh sekali dari makna sampah.Menurut hasil hasil risetnya, Junk DNA tersebut merupakan untaian firman-firman Allah sebagai pencipta serta sebagai tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir. Sebagaimana disindir oleh Allah; Afala tafakaruun (apakah kalian tidak mau bertafakur atau menggunakan akal pikiran?).
Setelah bekerjasama dengan adiknya yang bernama Imran, seorang yang ahli dalam analisis sistem, laboratorium genetiknya mendapatkan proyek dari pemerintah. Proyek tersebut awalnya ditujukan untuk meneliti gen kecerdasan pada manusia. Dengan kerja kerasnya Ahmad Khan berupaya untuk menemukan huruf Arab yang mungkin dibentuk dari rantai Kodon pada cromosome manusia. Sampai kombinasi tersebut menghasilkan ayat-ayat Alquran. Akhirnya pada tanggal 2 Januari tahun 1999 pukul 2 pagi, ia menemukan ayat yang pertama "Bismillah ir Rahman ir Rahiim. Iqra bismirrabbika ladzi Khalq"; "bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan". Ayat tersebut adalah awal dari surat Al-A'laq yang merupakan surat pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad di Gua Hira. Anehnya setelah penemuan ayat pertama tersebut ayat lain muncul satu persatu secara cepat. Sampai sekarang ia telah berhasil menemukan 1/10 ayat Alquran.
Dalam wawancara yang dikutip "Ummi" edisi 6/X/99, Ahmad Khan menyatakan: "Saya yakin penemuan ini luar biasa, dan saya mempertaruhkan karier saya untuk ini. Saya membicarakan penemuan saya dengan dua rekan saya; Clive dan Martin seorang ahli genetika yang selama ini sinis terhadap Islam. Saya menyurati dua ilmuwan lain yang selama ini selalu alergi terhadap Islam yaitu Dan Larhammar dari Uppsala University Swedia dan Aris Dreisman dari Universitas Berlin.
Ahmad Khan kemudian menghimpun penemuan-penemuannya dalam beberapa lembar kertas yang banyak memuat kode-kode genetika rantai kodon pada cromosome manusia yaitu; T, C, G, dan A masing-masing kode Nucleotida akan menghasilkan huruf Arab yang apabila dirangkai akan menjadi firman Allah yang sangat mengagumkan.
Di akhir wawancaranya Dr. Ahmad Khan berpesan "Semoga penerbitan buku saya "Alquran dan Genetik", semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga non-muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama.
Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan. Penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah. Memfasilitasi serta memberi dukungan secara moral dan finansial.
Terbukanya Tabir Hati Ahli Farmakologi Thailand
Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut;
"Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi.
Itulah sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab Allah tersebut. Mahabesar Allah yang telah menyisipkan firman-firmannya dan informasi sebagian kebesaranNya lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh syaraf dsb.
Rabbana makhalqta hada batila, Ya...Allah tidak ada sedikit pun yang engkau ciptakan itu sia-sia.
Dari Bahtera Menuju Islam
Seorang pakar kelautan menyatakan betapa terpesonanya ia kepada Alquran yang telah memberikan jawaban dari pencariannya selama ini. Prof. Jackues Yves Costeau seorang oceanografer, yang sering muncul di televisi pada acara Discovey, ketika sedang menyelam menemukan beberapa mata air tawar di tengah kedalaman lautan. Mata air tersebut berbeda kadar kimia, warna dan rasanya serta tidak bercampur dengan air laut yang lainnya. Bertahun-tahun ia berusaha mengadakan penelitian dan mencari jawaban misteri tersebut. Sampai suatu hari bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia menjelaskan tentang ayat Alquran Surat Ar-Rahman ayat 19-20 dan surat Al-Furqon ayat 53. Awalnya ayat itu ditafsirkan muara sungai tetapi pada muara sungai ternyata tidak ditemukan mutiara. Terpesonalah Mr. Costeau sampai ia masuk Islam. Kutipan ayat tersebut antara lain sebagai berikut:
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan, yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antar-keduanya dinding dan batas yang menghalang (QS Al-Furqon: 53).
Berdasarkan contoh kasus di atas, dapat memberikan gambaran pada kita bahwa ayat suci Alquran mampu menjelaskan fenomena Cromosome,Anatomi, Oceanografi, Keperawatan dan antariksa baca "Jurnal Keperawatan Unpad" edisi 4, hal 64-70).
Sebenarnya masih banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan fenomena evolution and genetic seperti QS As-Sajdah 4, QS al-A'raf 53, QS Yusuf 3, QS Hud 7, tetapi karena keterbatasan ruangan pada kolom ini, serta dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis, maka kepada Allah jualah hendaknya kita berharap dan hanya Allah-lah yang Mahaluas dan Mahatinggi ilmunya. Wallahu a'lam.***
original source: milis ahad-net

Asal mula makhluk


Menurut Islam asal kejadian makhluk antara lain sebagai berikut:

 1. Alam. Menurut kejadiannya, sebagainiana dijelaskan dalam episode terdahulu (XII), sebelum ada alam dan isinva, ada manifestasi yang pertarna dari Tuhan yakni "Kabut Mutlak" (surat Haamin as-Sajadah 11). Kabut mutlak tadi adalah Ruhullah atau Nur Hakiki setelah bersenyawa dengan Nur aktif, lain menjadi penyebab terjadinya semua yang maujud, alam semesta dengan isinya. Dia (Allah) maujud bukan lantaran ciptaan. Bukan pula munculnya dari ketiadaan. Dia ada sebelurn segala sesuatu ada, namun tidak dengan suatu kesertaan. Bukan pula Dia lain dari segala sesuatu yang disebabkan keterpisahan darinya. Dia adalah pelaku, namun tanpa menggunakan gerak atau alat, Maha mellhat, meskipun sebelum adanya suatu mahkluk apapun. Sendiri, disebabkan tak adanya sesuatu yang dengannya la rnerasa terikat, ataupun gelisah bila Ia terpisah dariNya (Mutiara Nahjul Balaghah oleh Muhammad Al-Baqir).
 2. Benda (materi). Juga disebutkan dalam episode yang lalu, benda, itu dijadikan daripada zat air. Dalam Hadis Nabi Muhammad saw yang artinya: "Segala sesuatu dijadikan daripada air (Riwayat Ibnu Majah darl Abu Hurairah). Air pada hadis tersebut tegasnya ialah zat air. Air yang digunakan manusia itu baru ada setelah terjadinya bumi dan benda-benda alam lainnya, yakni sesudah alam benda (materi). Dalam buku, "Froniter of Astronomy" halaman 310 oleh Prof. Fres Houyle dari Cambridge University menyebutkan bahwa materi itu berasal darl zat air dan pendapat tersebut menjadi dasar yang kuat.
 3. Tumbuh-tumbuhan. Dijadikan dari zat air. Dalam Al-Quran Surat Al-Haj: 5:
"Dan kamu lihat bumi tandus (kering) maka apabila Aku turunkan air diatasnya, lalu menjadi pecah dan bergerak dan tumbuhlah bermacam-macam tetumbuhan yang indah."
Bumi yang mulanya kering, setelah ada air terjadilah lumut-lumut atau algen yang siap menerima perubahan. 'Dalam De Ditsche Verlichting Philosophia oleh Prof Dr Th Van Stockum menyebutkan, bahwa persiapan untuk menerinia perubahan tersebut adalah keselarasan yang disiapkan, persiapan merubah bentuk dari materi menjadi tumbuh-tumbuhan. Kemudian lumut mengalami proses hukum yang berangsur-angsur, lalu jadilah tumbuh-tumbuhan. Dari satu jenis, kemudian tumbuh jenis yang lain dan terus menerus melakukan gerakan untuk membentuk pembiakan, sehingga berkembang biak, beranak pinak.
Proses pembiakan adalah bertambahnya 'Sel'.  Pembiakan itu berlangsung lantaran daya infra-anatomis. Dengan kata lain, elektron-elektron yang menyebabkan pembiakan atau causa-generis, dan yang menjadi sebab penjelmaan bentuk atau causa-formalis, serta yang selalu melakukan gerakan untuk mengubah inti sel untuk mencapai tujuan atau causa-finalis.
Jadi pada hakikatnya proses hayati ditumbuhkan oleh infra-anatomis dan dari elektron-elektron bebas mengeluarkan uap air.  Itulah sebabnya, zat air yang diciptakan Allah untuk mengnhidupkan.
Zat air yang berasal dari ruang "Arsy" adalah pusat segala tenaga dan sumber energi. Karenanya, energi lebih dulu ada ketimbang materi. Air adalah benda cair yang terdiri dari kumpulan molekul air. Molekul air terdiri dari kumpulan unsur-unsur air dan unsur asam yang disebut persenyawaan yang diberi lambang H2O artinya persenyawaan dari dua atom H, dengan unsur asam dan satu atom O.
Belum diketahui secara pasti, sekitar proses perubahan energi menjadi benda secara eksak, tetapi dapat diketahui dengan atom fisika. Prof. Dr. G.J. Sizoo dalam Kernphysica: Walaupun belum diketahui bagaimana proses perubahan energi menjadi materi, namun ilmu fisika atom dapat menyaksikan perubahan tersebut.
 4. Binatang. Dijadikan dari zat air, seperti firman Allah dalam Surat An-Nur: 45:
"Dan Allah menjadikan binatang itu dari zat air."
Telah dibicarakan terdahulu, bahwa sinar kosmis menggempur atmosfir bumi. Tetumbuhan secara berkelanjutan menerima sinar kosmis, sehingga selalu berubah bentuk yang dinamakan "Mutasi".  Sementara Prof. Dr. Nicola Pende dalam buku "Dit is de Mensch" halaman 177 menyebutkan, proses perkembangan dari tumbuhan dipengaruhi akibat timbulnya mutasi. Setelah tumbuh-tumbuhan itu berkembang biak, maka elektron dari sinar kosmis masuk merusak dan menernbus jenis tetumbuhan untuk menggantikan atom-atom benihnya, sehingga dari benih itu menjelma menjadi binatang. Kemudian benda-benda atau materi tumbuh-tumbuhan dan binatang melakukan perubahan dalam dirinva masing-masing, disebabkan dominasi keadaan sekelilingnya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alamnya. Jadi, terjadinya materi, tumbuh-tumbuhan dan binatang berasal dari air, sedangkan elektron sinar kosmis sebagai lantaran mengubah bentuknya.
Sinar kosmis yang terdiri dan atom dan netron yang rnemecah-belah serpihan atom-atom di dalam atmosfir bumi, lalu bumi dihujani elektron-elektron dan meson yang memiliki daya tembus luar biasa. Selain itu pula sinar kosmis memecah belah atom zat lemas yang ada di atmosfir, yang membuahkan terjadinya atorn zat arang atau carbogeniurn=C dan atom zat air Hydrogenum=H.  Ruth Moore, menjelaskan, bahwa atom carbogenium mengandung zat radio aktif yang intinva terdiri dari 8 neutron dan 6 proton yang disingkat dengan Carbonium 14 (C14)  bersifat radio aktif yang berarti melepaskan elektron.  Ini pulalah yang memecah-belahkan atom zat lemas, berfungsi menghidupkan persenyawaan benda protein. Sebagai persenyawaan unsur zat arang (C), zat pembakar (O), zat lemas (N). zat phosfor (Ph), zat belerang atau sulfur (S), zat air (H) dan lain zat.  Setelah berujud tetumbuhan, sinar kosmis secara terus-menerus menembusnya agar menjadi hewan.  Jadi C14 itu merupakan energi yang menjadi cikal bakal proses kehidupan hayat, yang sangat penting dalarn biologi. C14 yang bersenyawa dengan zat arang dari udara, menjadi zat asam arang untuk dihisap atau dihirup tumbuhan atau tanaman, dengan bantuan cahaya sinar matahari, air dan chlorophyl dari dedaunan yang kemudian bisa dinikmati oleh manusia dan binatang.
Demikianlah proses terjadi materi, tetumbuhan dan binatang menurut islam, berpangkal dari zat air.  Sekali lagi Ruth Moore, dalarn buku yang sama menyebutkan air laksana seorang ibu yang melahirkan dan memelihara semua yang hidup.  Al-Qur'an sudah lebih awal memberikan petunjuk beragam inti pokok ilmu untuk setiap masa dan zaman.  Karena itu, ia selalu uptodate, yang pada akhirriva lptek bergeser kepada kepercayaan terhadap Yang Maha Pencipta Maha Perencana dan Pengatur segala peristiwa.
Kiranya sejagat ayat-ayat Al-QUr'an dan hadis Nabi Muhammad saw yang belurn dipecahkan, dianalisis secara ilmiah. Terserah kepada mereka yang suka menyelidiki dengan visi ilmu pengetahuan untuk membuktikan kebenaran Al-Qur'an.
Firman Allah dalam surat Shaad ayat: 29
"Inilah Al-Qur'an, Aku turunkan kepada engkau yang membawa berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan agar kaum intelektual menerima ilmu pengetahuan daripada kitab Al-Qur'an".
 5. Manusia. Menurut Al-Qur'an, asal kejadiannya dari tujuh macam tingkatan:
Yang pertama, firman Allah Azza wa Jalla:
"Dan Tuhan menjadikan manusia pada asalnya dari tanah. " (as Sajdah ayat; 7)
Kata "thin" (tanah) pada ayat ini, bermakna atom zat air atau hydrogenium.
Yang kedua, disebutkan dalam Al-Qur'an:
"Allah menjadikan manusia dari tanah yang kering seperti tanah tembikar yang dibakar." (Ar Rahman ayat: 14)
Kata, "Sholshol" (tanah kering atau setengah kering) pada ayat di atas adalah zat pembakar atau oxygenium.
Juga yang ketiga, disebutkan dengan kata "Fakhkhar" adalah zat arang atau Carbonium,
Tingkatan keempat,
"Dan hendaklah engkau ketahui ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan manusia dari tanah hitam yang berbentuk." (al-Hijr ayat: 28)
Kata "Hamaa`in" (lumpur hitam) diartikan zat lemas atau Nitrogenium.
Lalu yang kelima
"Sesungguhnya Allah menjadikan mereka (manusia) dari tanah liat." (As Shaffat ayat: 11)
Kata "Laazib " (tanah liat) adalah tanah vang sudah sempurna, yang telah diaduk, terdiri dari kandungan zat besi (ferum) yodium, silicum dan Morgaan yang menjadi jaringan tubuh jasmani.
Yang keenam
"Dia (Allah) menjadikan Adam dari tanah (Ali Imran ayat: 59)
Kata "Turab" (tanah), adalah unsur-unsur atau zat asli yang terdapat di dalam tanah yang dinamakan "zat anorganis". Zat ini baru terjadi setelah berlangsung melakukan persenyawaan antara zat air yang disebut "thin", zat arang yang disebut "Fakhkhar"  dengan zat pembakar atau "Shalshal", zat lemas atau "Hamaa'in", kemudian bersenyawa dengan zat besi, yodium, kalium, Sillicium dan Morgaan yang  disebut "Laazib"
Dengan berlangsungnya proses tersebut maka terbentuklah suatu zat yang dinamakan "Protein". Inilah yang disebut "thuraab atau Zat anorganis".
Diantara zat-zat anargonis yang dipandang penting adalah zat kalium yang banyak terdapat dalam jaringan tubuh, utamanya pada otot.  Zat ini memiliki aktivitas dalam proses hayati, yakni dalam pembentukan badan halus atau roh.
Dengan berlangsungnya "proteinisasi" kemudian mengalami penggantian substansi, lalu lantaran elektron sinar kosmis yang menjelmakan pembentukkan atau formasi "ujud" dinamakan "causa-formalis". Oleh karena sinar kosmis dapat merubah sifat zat yang berasal dari tanah maka terbentuklah badan kasar jasmani berbentuk manusia (Adam), akan tetapi belum ada rohnya".
Tingkatan yang terakhir, roh ditiupkan:
"Maka tatkala Aku sempurnakan kejadian Adam lalu Aku tiupkan roh daripadaKu kepadanya." (Shad ayat: 27)
Pada ayat ini jelas diterangkan, setelah proses pembentukkan tubuh kasar berujud, maka menyusulah proses "menghidupkan" yakni pemberian "roh", Proses ini dinamakan "Vitalisasi".
Dengan keterangan tersebut menurut Al-Qur'an, terjadinya manusia Adam melalui proses tujuh tingkatan, sedang badan halus atau ruhani adalah kejadian terakhir.
Dalam Al-Qur'an disebutkan
"Dan sesungguhNya Allah menjadikan kamu secara bertingkat." (Surat Nuh ayat: 14).
Ilmu Pengetahuan eksak hanya memiliki kemampuan meneliti dan melakukan analisis dalam pembentukkan tubuh kasar, karenanya tubuh kasar tersusun dari materi yang dapat dilihat dan diraba pancaindra.
Memang pengaturan sistem peredaran jagat pengendalian makhluk hidup dan segala yang ada di alam semesta ini, hanya karena kebijakan Yang Maha Pencipta. Berlangsungnya kehidupan, lantaran adanya hayat. Hayat tak ubahnya hanya urusan dan kekuasaan Allah, sementara manusia memmahaminya sekedar sifat-sifat naluri, akal pikiran dan perasaan semata.  Sebagaimana firmanNya:
"Katakanlah Roh itu urusan TuhanKu dan kamu tidak diberi ilmu melainkan sedikit ." (Surat Al- Isra' ayat: 85)
Apalah artinya kepintaran manusia, dibanding kehebatan rahmat Allah. Malah Tuhan pun menantangnya, walau segala sumber air yang ada di muka bumi ini dijadikan tinta, dan segala pepohonan yang ada di jagat ini dijadikan pena buat menuliskan sebagian kecil dari rahmat Allah rasanya tak bakal cukup.  Allallu Akbar 3x

Kebersihan Sebagian dari Iman


ILMU KEDOKTERAN PREVENTIF

Muhammad Kamil Abdushshamad
Dari : Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur'an

Kebersihan


Allah berfirman,
"Dari pakaianmu bersihkanlah." (al-Muddatstsir: 4)
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. Sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh wanita, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur" (al­-Maa'idah: 6)
Jika kita cermati ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Qur'an, segera dapat disimpulkan bahwa surah yang mula-mula turun mendorong kita pada pengembangan sain (disiplin keilmuan). Baru setelah­nya, turun surah yang menganggap urgensitas ke­bersihan.
Untuk surah pertama, kita dapati firman Allah yang berbunyi, "Bacalah." Surah kedua secara tekstual berbunyi, "Dan pakaianmu bersihkanlah." Dari sisi historis, Islam sejak dini menetapkan suatu konsep ilmiah yang dapat diterima secara manusiawi. Oleh karenanya, Islam mendukung "gerakan antikuman" dan sterilisasi (pembasmian kuman). Bukankah istilah "sterilisasi" telah dikenal (dan diungkap) Islam dengan terminologi "kebersihan"? Dalam arti, membersihkan sesuatu dari kuman-kuman (mikroba).
Islam mengungkap istilah kotoran-kotoran atau kuman­-kuman yang melekat (atau menempel) dengan sebutan "najis". Kemudian pertanyaan yang muncul adalah mengapa Islam tidak menyebut istilah "najis" secara umum, tanpa menyer­takan pengertian yang lebih khusus dan pembatasan yang lebih detail? Kenyataannya justru sebaliknya, yakni mengikuti metodologi ilmiah. Setidaknya ada 13 persoalan yang menjadi sorotan.1)
Persoalan-persoalan di atas itulah yang pada perkem­bangan mutakhir lebih dikenal sebagai penyebar virus yang sangat efektif. Di sini, dapat disebut di antaranya seperti nanah, kotoran manusia, darah yang tumpah, air seni, muntahan, air liur anjing, daging/tubuh binatang babi, dan tubuh bangkai­-bangkai yang telah membusuk. Data statistik pengetahuan modern menunjukkan bahwa benda-benda di atas itu, merupakan sesuatu yang paling ampuh untuk mengembang­biakkan kuman-kuman.
Salah satu faedah disyariatkannya ajaran Islam adalah penetapan hukuman yang mengharuskan pembersihan najis-­najis di atas. Jika najis-najis itu menempel pada pakaian, mengenai tubuh, bercampur dengan makanan atau minuman, dan mengotori tempat-tempat majelis yang disinggahi orang, maka benda-benda itu telah terkena najis. Karena itu, benda­-benda tersebut harus disucikan.
Dalam Islam, mensucikan najis berarti harus menghilangkan warna, sekaligus bau secara bersamaan. Dengan pernyataan ini, semakin menegaskan bahwa Islam adalah ajaran yang sangat memperhatikan perubahan-perubahan warna, bau, dan rasa pada makanan. Karena, wujudnya perubahan-perubahan itu menunjukkan adanya kuman­-kuman dan virus yang semakin merajalela (leluasa). Hal inilah, dalam kaca mata agama, dipandang sebagai najis atau berarti virus (kotoran) dalam teoritis medis mutakhir.
Sangat variatif ayat-ayat Al-Qur'an dalam memandang najis atau kotoran.  Ia disebut dengan ungkapan "ar-rijsu" dan "asy-syaithan", seperti firman Allah,
"Katakanlah, 'Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir; atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor" (al-An'aam: 145)
Mencuci dengan air mengalir adalah cara efektif membas­mi kuman-kuman, seperti tersirat dalam Al-Qur'an,
"Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuh mensucikan kamu dengan hujan itu, dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan." (al-Anfaal: 11)
Dengan demikian, Islam adalah penggagas konsep pertama yang telah dikenal dalam tabiat kemanusiaan (human nature). Secara eksplisit, Islam memberi isyarat yang sangat otentik bahaya sakit akibat kuman-kuman dan parasit-parasit (virus-virus) yang menimpa manusia. Isyarat ini jauh melampaui teknologi mikroskop yang menguaknya selisih 12 (dua belas) abad yang lalu. Dengan pernyataan ini, bisa dibenarkan bahwa Islam merupakan peletak dasar pertama tentang kebersihan yang kemudian dipandang sebagai pencegahan asasi dari bahaya (pengaruh) basil-basil dan bakteri.
Karena itu, ayat-ayat seputar perintah wudhu mengan­dung banyak hikmah berharga yang dapat dipetik, di samping bisa dikaji sebagai kajian-kajian ilmiah yang ada keterkaitannya dengan ilmu medis. Terlebih lagi hubungannya dengan ilmu kedokteran preventif yang amat bermanfaat bagi manusia. Jika tidak ada kiat-kiat pembersihan pada organ-organ tubuh tertentu, maka (dikhawatirkan) mewabahnya penyakit kulit sulit dihindari. Karena, adanya faktor polusi udara yang mengandung unsur kuman dan bakteri ataupun gas yang sangat berbahaya (bagi kehidupan).
Tidak syak lagi bahwa muka, tangan, dan telapak kaki adalah beberapa di antara organ tubuh yang memiliki daya sensitivitas yang lebih bila terkontaminasi kuman-kuman dan virus. Diketahui bahwa pada setiap satu centimeter persegi (kubik) udara terdapat miliaran kuman. Meski terhitung 5 kali kita berwudhu, namun hal itu tidak dengan serta merta mampu menghindar secara total dari bahaya-bahaya kotoran di dalam tubuh."2)
Dengan demikian, wudhu bisa dipahami sebagai penafsir kaidah ilmiah (adagium) yang menyatakan, "Tindakan preventif itu lebih baik daripada tindakan kuratif." Karena sesungguhnya membersihkan diri sendiri, merupakan jalan terbaik untuk menghindari penyakit-penyakit. Hal ini juga sebagai upaya terapi penyembuhannya.
Hal ini terbersit dalam makalah yang disampaikan Dr. Mustafa Syuhatah pada Kongres Antar-Negara-Negara Islam tentang Kesehatan dalam Perspektif Al-Qur'an dan As-Sunnah, yang diselenggarakan di Kairo, tepatnya pada tanggal 8-11 Muharram 1406 H (23-26 September 1985 M). Kongres ini diikuti sebanyak 500 peserta dari 28 Negara, yang menenggarai pentingnya membersihkan hidung saat berwudhu. Dia berkata, "Rongga hidung merupakan salah satu sarang berkembangbiaknya sejumlah besar kuman-kuman. Dalam perspektif ilmu biologi, juga menunjukkan hal yang sama."3) Dalam tema lain, disebutkan bahwa pernah dilakukan studi lapangan kepada beberapa orang yang melakukan shalat dengan karakteristik khusus, dan beberapa orang lainnya yang tidak menunaikannya. Ketika itu sempat dilakukan penelitian di kedua rongga hidung. 'Ternyata hasil penelitian menunjuk­kan bahwa membersihkan hidung sebanyak 5 kali dalam setiap wudhu bisa menjaga kenyamanan rongga-rongga itu dari penyakit infeksi peradangan. Sehingga, sangat kecil kemung­kinan bersarangnya kuman (mikroba) di dalamnya, yang bisa menular ke seluruh tubuh. Selain itu, juga bisa melindungi organ-organ tubuh lain dari serangan kuman, yang diakibatkan oleh banyaknya kuman yang bersarang di dalam rongga hidung tersebut.4)
Seiring perkembangan studi ilmiah pada abad ke-20, telah disimpulkan (ditemukan) bahwa organ hidung yang berada di atas organ alat pernapasan telah berfungsi memproses sistem pernapasan secara terus-menerus.  Ia sekaligus berfungsi mencegah masuknya kuman-kuman dan bakteri yang bercampur lewat udara. Dengan demikian, hal ini bisa dibuktikan pada masa setelah persalinan (melahirkan anak). Pada saat itu dalam rongga hidung seseorang ibu, terdapat ribuan kuman (basil-basil) yang memenuhinya.
Teknologi mikroskop telah membantu kita untuk meman­tau bakteri-bakteri yang amat bervariasi.5) Ternyata lubang hidung menyimpan beragam kuman dan bakteri. Bahkan, kuman dan bakteri itu berpindah-pindah dari hidung menuju organ pernapasan. Dari rongga hidung menuju telinga tengah dan sampai ke permukaan kulit, bahkan sampai udara luar.
Jadi, sudah banyak penemuan studi-studi medis yang menyatakan bahwa kuman-kuman itulah penyebab utama menjangkitnya wabah penyakit. Karena itu, pembersihan hidung (dengan berkumur) tidak sempurna, kecuali sampai pada upaya pelenyapan virus-virus atau kuman-kuman itu. Allah, Rabb semesta alam, menjadikan semacam "anti­biotik" dalam hidung manusia sebagai garis-garis penahan yang kuat yang berfungsi menolak bahaya yang ditimbulkan oleh kuman (mikroba). Untuk itulah, kita temukan lubang hidung seseorang ditumbuhi bulu-bulu lebat, yang berfungsi mencegah masuknya kuman-kuman dari udara sebagai bahan pernapasan.
Kita temukan lemak yang terpisah dari kulit yang bersama-­sama membaur dengan kuman-kuman. Juga kita temukan lendir yang berfungsi membunuh ribuan virus atau basil-basil. Akan tetapi, ia tidak dengan serta merta mampu membasmi jutaan bakteri yang muncul setiap hari, beranak pinak dalam rentang masa.
Karena faktor-faktor itulah, maka hidung pun akan sangat baik jika dibersihkan dengan alat kontrasepsi medis yang sesuai untuk meminimalisir bahaya bakteri-bakteri di dalamnya. Kebanyakan dokter spesialis mempunyai resep terapi kesehatan, untuk menghindari terkontaminasinya hidung oleh kuman-kuman. Misalnya, dengan cara menjaga kebersihan yang positif, dengan terus-menerus mengontrolnya dengan peralatan medis. Atau, mengkonsumsi obat antibiotik yang tentunya membutuhkan waktu cukup lama.
Ada juga dengan cara yang sering digunakan. Yakni, dengan meletakkan masker penutup di atas hidung agar aman dan terhindar dari masuknya kuman-kuman itu. Hanya saja semua kiat itu memperlihatkan pentingnya pembersihan hidung secara teratur. Cara yang praktis dan lebih mudah adalah dengan membersihkan hidung (berkumur) saat melakukan wudhu sebanyak 5 kali sehari.
Cara-cara seperti ini mengingatkan kita pada apa yang pernah berkecamuk dalam benak sejumlah dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Alexanderia, tentang studi-studi pemikiran faedah wudhu yang dilakukan seorang muslim. Tepatnya mengenai rahasia diawalinya aktivitas wudhu dengan membasuh kedua telapak tangan, dilanjutkan berkumur (madlmadlah), lalu menghisap air ke dalam hidung (istinsyaq) dan sekaligus menyemburkannya (istintsar) sampai tiga kali, dan seterusnya. Juga misteri apakah di balik aktivitas wudhu dalam perspektif ilmiah dan apa manfaatnya terhadap kesehatan.
Studi ini sangat menarik. Pasalnya, dengan serius diteliti sedetail-detailnya dan menghabiskan masa dua tahun yang melibatkan sebagian besar umat Islam yang aktif melakukan aktivitas wudhu. Hal ini untuk membuka tabir urgensitas kewajiban agama.6)
Dijiwai oleh faktor spirit agama, para sarjana Universitas Alexanderia berlomba-lomba melakukan perneriksaan kesehatan (chek-up) atas ratusan penduduk pribumi yang secara fisik mereka sehat jasmani, namun enggan berwudhu. Kemudian dilakukan pemerikasaan dengan menggunakan alat kontrasepsi medis di dalam lubang hidung mereka. 'Tujuannya untuk mendeteksi sistem cara kerja kuman-kuman yang berada di dalamnya.
Pada sisi lain, juga dilakukan pemeriksaan hidung terhadap masyarakat yang aktif melakukan wudhu. Kepada mereka juga dilakukan pemeriksaan intensif dan malahan dilakukan suatu analisis. Pemeriksaan ini memerlukan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan yang melibatkan kedua komunitas di atas, dan juga melibatkan lapisan masyarakat.' Dari hasil survei itulah, para dokter menemukan beberapa kesimpulan bervariasi, yang kemudian dijadikan acuan bahan analisis. Ternyata hasil penelitian yang mereka lakukan amat mengagumkan. Kemudian mereka menyimpannya dalam rekaman yang otentik. Majalah-majalah ilmiah di luar dan dalam negeri Mesir, sempat juga mempublikasikannya. Itulah proyek penelitian ilmiah yang besar.
Orang yang tidak atau (jarang) berwudhu, tampak hidungnya (terkesan) pucat pasi, lubang hidungnya lengket (lekat), dan berwarna redup (gelap). Bulu-bulu dalam lubang hidungnya sering rontok dan kasar. Padahal, bulu-bulu itu berfungsi menjaga rongga hidung dari menempelnya debu­-debu yang akan masuk.
Sedangkan, hidung orang yang membiasakan wudhu tampak kebalikannya. Kulit luar hidungnya tampak berkilau, bersih jika diusap, bersih dari debu-debu, bulu-bulu di dalamnya halus nan bersih, dan terbebas dari kotoran-kotoran. Wudhu adalah satu media bersuci.  Ia hanyalah contoh satu parsial saja selain sarana-sarana bersuci lainnya yang ditawarkan Islam. Selain itu, Islam juga memerintahkan pemeluknya untuk mandi di setiap kesempatan. Untuk itulah, para pakar Islam menetapkan sebab-sebab pendorong kewajiban mandi dalam Islam yang berjumlah tujuh. Lalu mandi yang disunnahkan ada enam belas.
Jadi, jumlah keseluruhan mandi yang dianjurkan Islam ada dua puluh tiga sebab. Kami (harus) membatasi diri hanya menyebut bahwa langkah pertama yang harus ditempuh orang masuk Islam adalah dengan mandi. Bahkan, sebelum dia bersaksi dengan menyebut syahadat, "Tiada Tuhan yang layak disembah selain Allah."7)
Jelaslah bahwa keagungan Islam disebabkan ia mengan­jurkan kebersihan, yang menjadi pintu pertama menyingkirkan (membasmi) penyakit-penyakit. Hal ini tampaknya juga berlaku bagi kepentingan teori ilmiah, bahwa "tindakan pencegahan (preventif) itu lebih baik dari pengobatan (kuratif)", yang kemudian baru muncul studi-studi ilmiah tentangnya dalam abad ke-20 ini.
Catatan Kaki:
1. Dalam pendapat lain ada yang menyatakan 14 materi yang dikaji.
2. Pembahasan lebih jauh dapat dibaca dalam Al-I'jaz al-Ilmy li Ahadiitsi Rasuuhllah saw.
3. Hasil seminar ini telah dipublikasikan dalam Majalah Al-Irsyad, Yaman edisi Oktober-November 1985.
4. Salah satu komunike dalam Kongres Antar-Negara-Negara Islam di Kairo tersebut.
5. Sejenis al-kurawiyyah... as-sabhiyyah... al-'ashwiyyah... dan sebagainya dari berbagai jenis bakteri.
6. Studi ini, di luar makalah yang disampaikan Dr Musthafa Syuhatah dalam seminar Islam di atas. Term ini saya angkat untuk membuktikan keilmiahan wudhu dalam kesehatan. Bahkan, term-term seperti inilah yang menarik perhatian para sarjana Universitas Alexanderia. Term-term ini juga sempat dimuat dalam majalah Al-Ummat al-Islamiyah yang terbit pada awal bulan Rabi'ul Awwal 1406 H (November 1985 M).
7. Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjary, At-Thibb al-Wiqaa'iy fii al-Islami.

Wudhu dan Pencegahan Terhadap Penyakit Kanker


Wudhu dan Pencegahan Terhadap Penyakit Kanker

Muhammad Kamil Abdushshamad
Dari : Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur'an
Allah berfirman,
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (al­-Baqarah:222)
Ilmu pengetahuan modern menetapkan bahwa wudhu mampu meminimalisir timbulnya virus-virus kanker, yang disebabkan oleh faktor-faktor proses kimiawi. Sebab, dengan wudhu orang bisa terhindar dari terjangkitnya unsur kimiawi sebehun terjadinya akresi (gabungan unsur yang terpisah) yang menimbulkan infiltrasi (proses perembesan) dari kulit luar ke dalam tubuh. Misalnya, pekerja yang selalu berkecimpung mengenai perminyakan yang mengandung unsur-unsur kimiawi, maka sebagian besar mereka mengidap penyakit kanker kulit. Adapun kiat untuk menjaga agar tidak terjangkit penyakit itu, mereka harus menjauhkan diri dari unsur-unsur kimia dari kulit luar. Apalagi, pada daerah organ-organ tubuh yang sensitif terkontaminasi (tercampuri unsur-unsur kimia). Dari sinilah, tampak hikmah wudhu dalam firman Allah,
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengeljakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. Sapulah kepalamu, dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah." (al-Maa'idah: 6)
Berwudhu lima kali dalam sehari bisa menjamin lenyapnya unsur-unsur kimia dari kulit luar. Juga sekaligus mampu mencegah terjadinya akresi dari apa-apa yang memperlambat atas sel-sel kulit yang membutuhkan waktu cukup lama untuk memperbarui perubahan-perubahan kanker.
Pancaran sinar matahari, lebih-lebih pantulan sinar ultraviolet, memiliki pengaruh yang sangat efektif dalam menciptakan kanker kulit. Namun, sinar yang berpotensi besar menimbulkan kanker kulit itu, hanya akan menimpa pada organ-organ tubuh luar. Dengan berulang kalinya orang berwudhu, maka kulit luar bisa terjamin selalu basah. Karenanya, sel-sel lapisan dalam kulit bisa terlindungi dari sengatan sinar yang membahayakan.
Dari pantauan data statistik diketahui bahwa kanker kulit dengan berbagai macam variasinya, lebih sering menimpa kaum pria dalam pergumulan masyarakat Barat dan Amerika Serikat serta Australia. Pasalnya, mereka bukan negara muslim (atau mayoritas penduduknya muslim) yang penduduknya sering berwudhu. Juga karena faktor suhu panas yang sangat menyengat di wilayah negara-negara tersebut.1)
Fakta ini mempertegas sisi positif pengaruh wudhu, yang seperti senjata penjaga bagi seorang muslim dari kejamnya penyakit-penyakit terlaknat itu. Salah seorang pakar kedokteran dalam wacana pengobatan preventif di Universitas Kairo, Dr. Abdul Wahid, berkata, "Kulit bisa memberi fungsi yang amat signifikan bagi tubuh manusia, yakni berfungsi sebagai jalan pengeluaran keringat yang mengandung unsur-unsur lemak dan kadar garam. Jika terjadi penguapan dalam tubuh, maka menyisakan kadar garam dan akan terjadi akresi atas kulit serta pori-pori kelenjar keringat menjadi tertutup karena tersendatnya pengeluaran keringat yang tidak normal. Sementara itu, adanya kotoran-kotoran di atas kulit akan menambah tumbuh suburnya penyakit-penyakit kulit. Dari uraian di atas, menunjukkan urgensitasnya wudhu dengan membasuh muka, membasuh kedua tangan, berkumur (membersihkan mulut) serta organ-organ tubuh luar yang lain, guna menghindari diri dari kotoran-kotoran dan debu."(ilmu ash-Shihah)
Berdasarkan penemuan ilmu medis mutakhir, wudhu memiliki dampak yang sangat baik dalam menjaga sakit gigi dan gusi. Menggosok gigi dan berkumur dengan air adalah hal yang amat penting, bahkan acapkali para dokter memberi resep seperti itu. Hal ini berfaedah untuk menjauhkan diri dari penyakit-penyakit yang mewabah melalui alat pernapasan, seperti radang selaput dan juga penyakit-penyakit saluran pernapasan. Uraian di atas, hanyalah beberapa poin faedah wudhu dalam perspektif pengetahuan modern.
Catatan kaki:
1). Hilmi Habib al-Khauly, Al-Islaamu wa al-Wiqaayatu min ba'dli as-Sarathaani, dimuat Majalah Al-'Arabia, Januari,1985 (dalam saduran).